Sabtu, 29 Desember 2012

Agama di Jepang


TRIBUNNEWS.COM - Apakah orang Jepang punya agama? Itulah pertanyaan yang sering kita dengar. Jawabannya, punya dan tidak. Mengapa? Menikah umumnya pakai kristen, diberkati di gereja, tetapi meninggal umumnya pakai Budha dan dibakar diperabukan. Demikian dilaporkan korespondenTribunnews.com dari Tokyo, Jepang, Kamis (27/12/2012).
Lalu Shinto itu sendiri bagian dari kebudayaan Jepang dan sejenis aliran kepercayaan, bukan agama. Kalau di Indonesia ada yang disebut kejawen.
Mengapa saat Natal gereja di Jepang dipenuhi banyak orang Jepang? Satu kecenderungan menarik memang saat ini semakin banyak orang Jepang ke gereja meskipun mereka belum dipermandikan. Ada pula yang ikut-ikutan temannya ke gereja, pacarnya ke gereja dan sebagainya.
Latarbelakang mereka ke gereja karena orang Jepang berbasis perdamaian. Dengan kejadian bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, umumnya orang Jepang saat ini pencinta damai yang sangat kuat. Mereka merasakan kedamaian setelah berada di dalam gereja, ungkap Hiroshi Kumagai, seorang warga Okinawa saat berada di gereja Katolik di Yotsuya Tokyo.
“Suasana gereja yang tenang, penuh dengan doa-doa dan musik yang indah membuat jiwa saya terasa damai dan tenang. Mungkin inilah yang membuat orang Jepang senang ke gereja. Soal kepercayaan kepada Tuhan, kami rasa orang Jepang tahu dan mengerti ada sesuatu yang lebih tinggi dari manusia seperti julukan Tuhan bagi orang yang percaya dan   beragama. Namun yang terpenting adalah kita sendiri sebagai manusia agar bisa melaksanakan kehidupan ini dengan baik, damai, tidak menyusahkan orang lain. Apabila hal itu dijalankan dengan baik saya yakin dunia ini akan tenang tenteram dan damai, indah bagi kita semua,” paparnya lagi yang mengaku belum dpermandikan, hanya ke gereja karena merasa dirinya menjadi tenang, nyaman dan terasa damai.
Suasana natal di Jepang terutama di kota besar seperti Tokyo dimulai dengan pemasangan hiasan natal sejak awal November lalu. Terutama pohon natal akan hilang atau lenyap habis per tanggal 26 Desember. Inilah hal menarik di Jepang. Apabila di Inodonesia kita merayakan natal kedua tanggal 26 Desember, di Jepang semua pajangan natal terutama pohon natal, illumination natal, hanya sampai dengan 25 Desember . Lalu sehari kemudian semua langsung hilang dan berubah menjadi hiasan tahun baru.
Sex di Hotel
Bagi banyak anak muda di kota besar di Jepang, peringatan natal memiliki citra tersendiri. Dirinya sebagai manusia, hari natal itu sebagai saat mereka berkasih-kasihan, bercinta sehabisnya sampai kepada hubungan seksual.
Jangan heran bookingan kamar hotel penuh di saat malam natal, 24 Desember. Pergi ke hotel, menginap semalam dan melakukan hubungan seks sebagai tanda cinta mereka satu sama lain. Inilah sebagian citra natal terutama di banyak kota besar di Jepang.
Mengapa demikian? Ada kemungkinan natal menjadi titik tolak cinta mereka yang abadi tak akan dapat dilupakan sampai kapan pun oleh keduanya bahwa mereka bercinta habis saat peringatan natal. Hanya mengetahui natal, yang kata orang kristen, sebagai hari lahir Yesus Kristus. Lalu siapa Yesus Kristus, tidak tahu lagi dan tak mau memikirkan lebih lanjut, kankeinai, tidak ada hubungan, itulah pikiran banyak anak muda Jepang saat ini.
Bagi banyak manusia Jepang mungkin dapat kita sebut sebagai pikiran rasionalis, hanya percaya sesuai apa daya pikir yang ada dan tercakup di otak kita saja, tak mau mempersoalkan hal lain yang dianggap tak jelas. Apalagi kalau sudah soal agama, mendokusai, merepotkan, begitulah pola pikirnya.
Puncak dari perayaan natal justru dianggap hura-hura, kesenangan karena adanya kelahiran seorang putra manusia “khusus” tanpa mengetahui arti “khusus” tersebut dan bagi banyak anak muda Jepang mereka mengintegrasikan pacarnya sebagai hal yang khusus pula sehingga hubungan seks supaya tetap selamanya diingat dilakukan pertama kali saat natal, sebagai bukti curahan cinta tertingginya.
Memang tidak semua anak muda Jepang demikian. Namun citra kuat seks di waktu natal kenyataan tak bisa dilepaskan lagi saat ini dan hal itu terbukti dengan pasti,  hotel di Jepang penuh khususnya di kota besar per tanggal 24 Desember malam. Pasang lilin supaya romantis, makan yang enak, minum wine atau bir, pulang ke hotel melakukan hubungan seks.
Keesokan harinya pulang ke rumah masing-masing dengan rasa kebahagiaan sebuah “upacara ritual pribadi” telah dilaksanakan dengan baik.
Pajangan
Saat pajangan natal mulai ditebar ke berbagai sudut jalan dan toko, saat itu sebenarnya dimulai masa komersialisasi natal di Jepang. Diskon diberikan, berbagai perangkat dan keterkaitan pajangan natal digelar di sana sini. Lagu natal dialunkan di hampir semua tempat umum dan pohon natal pasti tak terlupa dipajang di sana-sini.
Negeri matahari terbit yang bukan beragama Kristen ini, justru menjadi negara yang paling laris, paling banyak menghasilkan uang keuntungan di dunia saat menjual produk terkait natal. Tak heran berbagai produsen produk natal dari berbagai negara saat ini menargetkan Jepang sebagai tempat penjualan utama mereka keran pasti terjual dengan laris dan memberikan keuntungan besar ketimbang penjualan di negaranya sendiri.
Satu realitas menarik memang saat ini. Penjualan sekitar dua bulan produk dan jasa terkait natal dengan omset miliar dolar AS, hanya  ada di Jepang, di negara bukan mayoritas pengangut Kristen.
Mungkin benar yang disebutkan Kumagai di atas bahwa citra khusus natal sebagai hal yang positif, perdamaian dan ketengan batin kita semua di saat itu, mendorong kuat penjualan produk dan jasa natal di akhir tahun.
Di samping itu, karena natal berada di akhir tahun dan akhir tahun dipercaya sebagai waktu membersihkan, mencuci kembali hati dan jiwa yang sudah kotor di dalam tahun yang bersangkutan, mempersiapkan tahun yang baru dengan segala kebersihan sehingga diharapkan dapat memperoleh rezeki yang lebih banyak lagi.
Itulah sebabnya belanja atau buang uang sebanyak mungkin di akhir tahun sebagai bagian yang dipercaya membuang semua sial di tahun yang bersangkutan, lalu berharap memperoleh uang dan karier lebih baik lagi di tahun mendatang.
Pembelian berbagai produk dan jasa di akhir tahun juga di dorong oleh bonus akhir tahun yang biasanya tidak sedikit. Karena ada bonus akhir tahun inilah banyak orang Jepang ke luar negeri atau belanja produk untuk masa depan yang diharapkan lebih baik lagi. Inilah yang mendorong peningkatan penjualan selama dan setelah natal dirayakan di Jepang.
Pada hakekatnya natal menjadi bisnis menggiurkan di Jepang saat ini ketimbang perayaan kelahiran seorang anak manusia yang disebut Yesus penyelamat dunia.
Selain percintaan pada malam natal, hubungan intim juga dilakukan kedua kali biasanya di akhir tahun atau tanggal 31 Desember. Coba lihat saja bookingan hotel tanggal 31 Desember bukan hanya penuh, tetapi didominasi oleh kalangan muda Jepang. Satu masa penutupan tahun yang sulit untuk dilupakan untuk sepasang remaja yang bukan hanya dimabuk cinta tetapi benar-benar mabuk, untuk melupakan hal-hal yang telah lampau.
Sekali lagi, hal ini umumnya dilakukan anak muda perkotaan di Jepang dan tentu saja yang punya uang karena tarif hotel paling mahal pula saat ini di Jepang. Satu bentuk apresiasi kebebasan dan kenyataan atau fenomena yang menarik mungkin bagi beberapa pihak dalam mencermati budaya anak muda perkotaan di Jepang.
 

Jika berbicara tentang agama tak akan ada ujung habisnya. Menurut saya agama itu penting sebagai kepercayaan pegangan dan pedoman dalam hidup. Di Indonesia setiap warganya wajib beragama, entah itu Muslim, kristen, Khatolik, Budha, Hindu, Kongucu dan lain sebagainya. Tapi Jepang juga punya kepercayaan masing masing, walaupun menikah dengan cara kristen kemudian meninggal dengan cara Budha. Tapi mereka masih punya kepercayaan ada yang lebih tinggi yang lebih maha segalanya yaitu Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar